API DI LANGIT KULON
Karya : GANES TH
Tahun terbit : 1982
Kisah ini merupakan kelanjutan dari kisah PENDEKAR SELEBOR, yg menceritakan tentang MAULANA, remaja bengal putra Tubagus Mansur yg dititipkan ke Pesantren Al Hidayah pimpinan KH Asnawi di Pandeglang, karena sang ayah sdh “angkat tangan” tak sanggup mendidik anaknya yg “super badung” itu. Namun ada hal yg baik dlm diri pemuda itu yakni sifatnya yg patriotik dan gemar membela pihak yg lemah dan tertindas.
Diawal kisah AdLK, dikisahkan bhw di pesantren Al Hidayah, Maulana digembleng secara fisik dan mental oleh 4 orang tokoh penting di pesantren tsb. Mereka adalah orang2 kepercayaan KH Asnawi selama beliau sendiri pergi berkelana utk membasmi kejahatan serta mencari orang2 yg hidupnya terlantar atau sebatang kara, guna dirawat dan dididik di pesantren miliknya.
Tokoh pertama adalah Guritam yg karena mengalami difable sbg penyandang tuna daksa (cacad pd kaki dan tangannya akibat siksaan Kumpeni) kerap digelari sbg “Si Pengkor”. Dialah yg melatih Maulana dlm ilmu bela diri. Karena anggota tubuhnya yg cacad, maka gerakan ilmu silatnyapun unik, yakni mirip orang “mabuk (selebor)”. Itulah sebabnya Maulana sbg muridnyapun mewarisi ilmu dgn jurus2 mirip dewa mabuk tsb. Maka kelak setelah terjun ke dunia ramai, ia dijuluki sbg PENDEKAR SELEBOR.
Guru Maulana yg kedua adalah Yusuf Bahar, yg lebih menekankan ajarannya pd ilmu tenaga dalam dan kanuragan. Tokoh ini amat misterius dan menakutkan bagi Maulana karena dlm pandangannya, guru yg satu ini kerap “menjelma sbg seekor Harimau Putih” yg selalu berkeliling kawasan pesantren bagaikan seorang petugas security saja layaknya.
Tokoh ke-3 adalah Sukri yg bertubuh tinggi besar mirip tokoh pewayangan Bima shg kerap dijuluki Sang Bima. Tokoh ini penyandang tuna wicara alias gagu karena konon dipotong lidahnya oleh Kumpeni karena pernah mencaci maki seorang perwira Kumpeni yg kerap memeras rakyat. Ia pun ditolong oleh KH Asnawi, dididik di pesantrennya. Sesudah ilmu silatnya mumpuni, diapun menyatroni rumah sang perwira dan mengamuk bagai “banteng ketaton” membasmi habis seluruh antek2 Kumpeni yg bermukim di rumah itu. Selanjutnya Sang Bima mengabdi sepenuhnya di pesantren Al Hidayah sbg guru khusus untuk ilmu yg mengandalkan tenaga besar.
Untuk ilmu agama Islam, Maulana dididik oleh seorang ulama besar lulusan Universitas Al Azhar di Kairo, yg terkenal sbg seorang cendekiawan Islam yg menguasai berbagai bahasa. Namanya KH Hasbullah. Aslinya dia bernama Lo Jing Keh, seorang keturunan Tionghoa kelahiran Banten yang pernah melanglang buana sampai ke Manchuria bersama ayahnya. Sampai pd suatu ketika kapal yg ditumpangi dia dan ayahnya dibajak oleh perompak laut dari Zamboanga, Filipina. Ayahnya dibunuh sedangkan Jing Keh sendiri dijadikan budak. Tapi karena keenceran otaknya, ia berhasil mengambil alih sekaligus merebut tampuk kepemimpinan di kapal bajak laut itu. Maka selanjutnya ia malang melintang sbg kepala bajak laut berjulukan “El Colaros Malabac” yg berarti “Orang Suci dari Selat Malaka”. Hingga pd suatu hari ia merampok sebuah kapal yg ditumpangi oleh seorang Ulama Muslim dari suku Moro, Filipina. Ulama ini membuat sang kepala bajak laut bertobat, menikahi putrinya lalu ia menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Sepulang dari Tanah Suci, iapun sempat menuntut ilmu agama di Universitas Al Azhar, Kairo. Sepulang dari Kairo, rakyat Filipina tengah berjuang menuntut kemerdekaan dari tangan Spanyol. Ayah mertua dan istri Jing Keh yg skrg sdh mengganti namanya dgn H. Hasbullah tewas dlm perang tsb. H. Hasbullah berhasil memimpin rakyat Moro utk menghancurkan benteng Spanyol, namun ia sendiri terpaksa buron dan pulang ke Banten. Selanjutnya ia mengabdikan diri di pesantren Al Hidayah sampai hari tuanya….
Dlm AdLK ini Ganes menyisipkan bbrp adegan humor satire. Dikisahkan bhw kehadiran Mumun sbg satu2nya wanita di kawasan pesantren yg didominasi kaum pria (selain Nek Nipah yg sdh peot tentunya) membuat para pemuda murid pesantren se-olah2 bagaikan “musafir menemukan oase di gurun pasir”. Shg waktu melihat Mumun yg kerap membantu Nek Nipah yg berprofesi sbg tukang urut, para santri pun “ber-lomba2 cedera” agar bisa menikmati urutan tangan halus Mumun. Gilanya, Ki Jarot suami Nek Nipah yg sdh tua bangka pun diam2 minum jamu obat kuat buatan sang istri yg membuatnya blingsatan malam2 menyatroni kamar Mumun. Pdhl sebetulnya jamu tsb diperuntukkan bagi para santri yg kelelahan akibat latihan pencak silat.
Sinopsis :
Dikisahkan bhw setelah 3,5 tahun menuntut ilmu silat dan agama di Pesantren Al Hidayah, apalagi pada suatu hari secara tak sengaja berjumpa dgn Mumun yg mengungkapkan bhw ortunya ditawan oleh Belanda (detail kisahnya diceritakan dalam Pendekar Selebor), maka Maulana terus berikhtiar utk kabur dari lingkungan pesantren yg ia anggap telah mengungkung dirinya dari dunia luar. Tapi ternyata tak mudah untuk kabur dari sana. Sang guru telah mempersiapkan berbagai macam jenis ujian yg harus dilewati sebelum ia “diizinkan” pergi untuk kembali mengecap kehidupan bebas di dunia luas. Ber-kali2 Maulana gagal melewati ujian2 tsb. Hingga pd suatu hari ia berhasil melalui nya dan selanjutnya mengajak serta Mumun untuk ber-sama2 membebaskan orangtua Mumun….
Diluar dugaan, setiba mereka di Rangkasbitung, keduanya bertemu sahabat lama Maulana, si Kontet, yang mengabarkan bahwa sepeninggal Maulana, ayah dan ibunya ditangkap dan ditahan oleh pihak Kumpeni. Maka Maulana pun semakin nekad utk menyatroni penjara Rangkasbitung yang terkenal ketat penjagaannya, karena yakin bahwa baik ortunya maupun ortu Mumun pasti ditahan di penjara yang sama. Akibat tindakannya yg terlalu gegabah itu, Maulana nyaris tertangkap. Untung ternyata diluar dugaannya, sang guru besar Al Hidayah, Kyai Asnawi, telah mengikutinya secara diam-diam dan pd saat2 yang paling kritis ia turun tangan utk menolong muridnya yg badung tsb. Berkat campur tangan Kyai Asnawi, Maulana pun berhasil membebaskan ayah ibunya dari penjara meski sang ibu akhirnya harus menghembuskan nafas terakhir demi melindungi putra semata wayangnya itu. Kyai Asnawi pun terluka parah akibat serangan ber-tubi2 oleh pihak Kumpeni….
Selain membebaskan ayah ibunya, Maulana juga membebaskan tahanan2 lain sambil mencari informasi dari para tahanan itu tentang orangtua Mumun, juga Ki Badil serta Subena, orang2 yang pernah bekerja pd sang wedana antek Belanda namun akhirnya insyaf dan berbalik membela keluarga Mumun. Ternyata mereka semua telah dikirim ke Anyer guna dijadikan pekerja paksa dlm proyek jalan Daendels yg memanjang dari Anyer sampai Panarukan. Akibatnya utk membebaskan orang2 itu, Maulana bersama Kyai Asnawi, juga Tb Mansur ayahnya, mau tak mau harus menyusuri lokasi pembangunan proyek tsb, mulai dari arah paling Kulon (Barat) yakni daerah Anyer. Disana merekapun mulai melakukan perlawanan bersama masyarakat setempat. Politik bumi hangus terjadi di-mana2 shg APIpun berkobar dan menimbulkan warna merah membara di LANGIT KULON……. .
Saya berkesimpulan bahwa sesungguhnya Pak Ganes akan membuat kisah ini menjadi Trilogi yg akan mengisahkan usaha pencarian dan Pembebasan orangtua Mumun, Ki Badil serta Subena. Sayang sekali keinginan beliau belum sempat terwujud hingga akhir hayat beliau……… ******