Rating 5 / 5. Total vote: 2

Belum ada vote, silahkan anda yang pertama!

Diupload oleh Alex Wienarto
Diperbaharui tanggal

Badai di Laut Arafuru

JAKA SEMBUNG EPISODE IX :
“BADAI DI LAUT ARAFURU”.

Karya : DJAIR Warni Ponakanda
Tahun terbit : 1971 – 1972
Penerbit : UP Bina Seni – Jakarta
Tebal buku : 252 halaman (4 jilid)

Bangunan kisah Jaka Sembung di episode ini mulai terasa semakin menarik dan menunjukkan frekwensi adrenaline yg semakin meninggi. Betapa tidak? Bila selama ini setting lokasi hanya berkisar sekitar Jawa Barat khususnya CHERIBON, serta Indramayu dan sekitarnya, maka petualangan Parmin alias Jaka Sembung dkk kini beranjak mengarungi samudra melintasi LAUT ARAFURU di wilayah timur Nusantara. Hal itu terjadi karena dgn tipu muslihat Belanda yang keji, Jaka Sembung berhasil ditangkap untuk kemudian dibuang/diasingkan ke Pulau PAPUA yang pada masa itu dikenal sbg pulau dgn hutan belantara yg masih amat lebat dan penduduk pribuminya yang masih primitif. Bahkan dalam pelajaran sejarah kita kenal BOVEN DIGUL, tempat pengasingan yg terletak di Lembah Digul di kaki gunung Jayawijaya dimana para tahanan politik yg dianggap membahayakan pemerintah Hindia Belanda pd masa itu dibuang. Tak sedikit dari mereka yang meninggal akibat terserang penyakit malaria….

Secara garis besar dlm episode ini dikisahkan bhw setelah ditangkap mirip peristiwa yang dialami pahlawan Pangeran Diponegoro, Parmin dibawa berlayar dgn sebuah kapal Belanda utk diasingkan ke Papua. Mendengar hal itu, kerabat2nya yang terdiri dari adik2nya Kaswita dan Sri, serta rekan2 seperjuangannya dlm melawan penjajah yg terdiri dari : Karta Si Gila dari Muara Bondet, Bahureksa Sang Pendekar Kaki Tunggal, dua sejoli Umang dan Mira, serta Si Kembar Tiga Melati, segera melakukan pengejaran dgn cara mereka masing2. Ada yg menggunakan perahu kecil dan ada pula yg hanya menggunakan rakit. Mereka nekad untuk menembus keganasan alam di samudra luas berupa badai dan angin taufan, hiu2 kelaparan dan gurita raksasa yang nyaris memangsa mereka, sampai2 harus berburu ikan di laut dan burung2 camar di udara guna mengatasi rasa lapar mereka. Akhirnya mereka berhasil mengejar kapal Kumpeni tsb. Namun upaya membebaskan sang pemimpin panutan mereka, ternyata tidak mudah karena ada Ki Subekti, saudara kembar Ki Subeni, sang ustadz cabul yg telah tewas di tangan Parmin, menyusup ke kapal tsb utk membalas dendam. Ia bertekad utk menghabisi Jaka Sembung yg sedang ditawan dan terbelenggu tak berdaya di palka kapal tsb. Terjadi pertarungan seru di atas kapal antara teman2 Jaka Sembung melawan Ki Subekti yang ternyata jauh lebih sakti dari mendiang saudara kembarnya….

Klimaksnya adalah pada saat Badai Laut Arafuru melanda kapal tersebut shg karam ke dasar lautan. Untunglah pd detik2 sebelum kapal tsb tenggelam, Jaka Sembung berhasil dibebaskan dari belenggu oleh kawan2nya. Sayang sekali Si Tiga Melati hrs meregang nyawa di tangan kyai cabul yang nyaris memperkosa mereka, bahkan dgn sadis mencabut segenap rambut yang ada di tubuh ke 3 pendekar wanita tsb. Disini Djair mulai berani menampilkan adegan vulgar, yakni adegan dimana Si 3 Melati ditelanjangi bulat2 oleh Kyai cabul itu, lalu dicabuti rambut2 di sekujur tubuhnya. Ini sesungguhnya secara umum merupakan gambaran dari situasi tontonan dan bacaan remaja pada masa itu. Tahun 1970an memang adegan sex dan kekerasan amat menjamur dan banyak ditampilkan, baik dalam film maupun dlm komik dan cersil. Bahkan suhu cersil Kho Ping Hoo yg cerita2 silatnya amat disukai para remajapun kerap menyisipkan adegan2 sex vulgar yg sangat digemari para pembacanya. Apalagi pd masa itu sensor pemerintah thdp tontonan dan bacaan belum seketat sekarang……

Akhir kisah BADAI DI LAUT ARAFURU jadi terasa amat tragis dengan tewasnya Si 3 Melati yang sdh rela mengorbankan tubuh mereka jadi santapan dan objek kebinalan sang kyai murtad Ki Subekti demi membebaskan Jaka Sembung. Jasad ketiga pendekar wanita itu dilarung dan terkubur di Laut Arafuru yg asing bagi mereka. Parmin dan kawan2 berhasil menyelamatkan diri dari amukan badai laut Arafuru, namun mereka terdampar terpencar- pencar di berbagai pulau di wilayah Nusantara bagian timur. Parmin sendiri terdampar di Pulau Hitam PAPUA. Sedangkan sahabat2nya terpencar di berbagai gugusan pulau di Kepulauan MALUKU. Sri dan Kaswita terdampar di Kepulauan KEI. Karta dan Bahureksa terdampar di Kepulauan ARU. Dua sejoli Umang dan Mira terdampar agak jauh ke Selatan yakni di Kepulauan TANIMBAR…..

Kelak di episode2 selanjutnya, mereka punya kisah petualangan masing2 dgn jalinan cerita yang amat memacu adrenaline kita sebagai pembaca. Ada yg berjumpa dengan mahluk jadi2an yang aneh dan mengerikan mirip mahluk kera raksasa Jeti di pegunungan Himalaya. Ada yang hrs menghadapi seorang Ratu yang punya nafsu sex menyimpang yakni suka dengan sesama jenis. Disini dgn berani Djair mengangkat issue lesbianisme dalam komiknya. Ini menurut saya keunggulan Djair dari maestro Ganes TH, yakni keberaniannya dlm mengangkat issue2 yang masih terbilang amat sensitif pada masa itu sbg tema cerita. Membaca komik Djair bagi saya spt melihat dua sisi mata uang. Di satu sisi memuat sisi religiusitas Jaka Sembung yang berwatak santri taat beribadah, namun di sisi lain beliau sering menonjolkan adegan sensual dan erotis sbg bumbu pemanis cerita yang tentu saja merupakan daya tarik tersendiri bagi para pembaca remaja pada masa itu……… *******

Karya

Serial

Penerbit

Genre

Kondisi

04 - Cukup

Kemasan

Softcover

Cetakan

C3 – Cetakan Ketiga

ISBN

Tidak Ada

Ijin Terbit Tahun

1972

Jilid

1, 2, 3, and 4

Info Lainnya

Tanggal Beli

15 April 1997

Harga Beli

Rp. 150.000

Tamat

Ya
Jumlah Buku
4

Isi Lengkap

Ya

Halaman

1

s/d

252

Jenis Kertas

Kertas Koran

Catatan

Beli di kios buku Palasari, Bandung

Gallery