Dwilogi “KOMODO” & “KOMODO Menteror IBUKOTA”.
Karya : Ganes TH
Format : full colors, ukuran majalah.
Penerbit : Eka Jaya, Jakarta.
Jumlah halaman : Komodo 16 hal, Komodo menteror Ibukota 16 hal.
Tahun terbit : 1978.
Maestro komik Ganes TH sangat jarang membuat komik dalam format full colors, khususnya dalam bentuk buku. Jumlahnya bisa dihitung dengan jari, yakni : Si Buta kontra Si Buta, Reo kontra Serigala Hantu, dwilogi Komodo & Komodo menteror Ibukota serta terakhir seingat saya berjudul Keris Pusaka Ratu Kidul. Memang beliau ada membuat juga komik² berwarna yang dimuat bersambung di majalah² seperti AMI (Anak Manis Indonesia) antara lain kisah² yang diambil dari Alkitab (diantaranya tentang Abraham dan Musa), kemudian Pulau Setan, tapi sayang sekali tercecer dan tidak terdokumentasikan dengan baik. Mudah²an saja ada kolektor sejati yang berhasil mengumpulkan dengan lengkap judul² tersebut untuk kemudian kelak dibukukan sehingga dapat dijadikan salah satu warisan yang amat berharga dari sang maestro komik bagi generasi sekarang maupun mendatang…..
Khusus untuk ‘dwilogi Komodo” ini, tak dapat dibaca sendiri² melainkan harus dibaca sebagai satu kesatuan agar jalan ceritanya dapat dipahami secara utuh. Pelajaran yang dapat diambil dari cerita komik tersebut juga sangat bagus, yakni bahwa terkadang riset teknologi dan modernisasi dalam masalah pelestarian lingkungan hidup tak dapat diterapkan begitu saja tanpa mengikut sertakan kearifan budaya lokal yang kerap kali dianggap sebagai “takhayul” dan penghalang kemajuan.
*Daftar karakter :
– Prof. Johan, Santi, Drs. Dani (dari LIPI)
– Prof. Tagushi, Michiko, Watanabe (dari Universitas Tokyo)
– “Bala”, seekor komodo raksasa berusia ratusan tahun yang dipelihara oleh satu keluarga pawang suku Sasak secara turun-temurun.
– Amaq Latole, pawang yang menjual “Bala” kepada pihak asing.
– Maya, gadis pawang yang sejak dari leluhurnya merawat “Bala” secara turun-temurun.
* S i n o p s i s :
Dikisahkan bahwa Prof. Tagushi dari Universitas Tokyo, Jepang, bersama istrinya Michiko, serta asistennya, Watanabe datang ke Indonesia untuk bertemu dengan ilmuwan biologi LIPI, Prof. Johan dalam rangka melakukan riset pelestarian “Komodo” sebagai satu-satunya satwa purbakala yang masih ‘survive’ di bumi, dan hidup di wilayah NKRI (NTT). Mengingat jumlahnya yang sudah semakin langka, maka UNEP, lembaga lingkungan hidup dibawah naungan PBB, menugaskan mereka untuk melakukan upaya pelestarian agar satwa langka tersebut tak sampai punah. Setelah mendarat di Airport Halim Perdanakusuma (bandara ibukota pada saat itu) dengan pesawat JAL, rombongan Prof. Tagushi disambut oleh Prof. Johan yang datang menjemput bersama Drs. Dani, asistennya, dan Santi, putrinya yang juga merupakan tunangan Dani. Esok harinya, mereka berangkat dengan menggunakan speedboat ke pulau Rinca lewat pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya……
Tak di-sangka², disana mereka justru menemukan keajaiban alam berupa seekor hewan komodo raksasa berumur ratusan tahun, yang bersarang dalam sebuah gua dan diperebutkan oleh 2 orang pawang suku Sasak yang sama² merasa sebagai pewaris hewan langka raksasa tersebut. Yang satu adalah seorang gadis Sasak bernama Maya, yang dengan penuh kasih sayang merawat “Bala”, demikian warga setempat menamakan sang komodo raksasa. Sedangkan yang lain Amaq Latole, pawang serakah yang berniat menjual “Bala” kepada pihak asing.
Diam² Watanabe menaruh berahi kepada Maya sehingga mengupah Latole untuk menculiknya lalu menyembunyikannya di dalam speedboat. Diluar dugaan, Bala yang mendengar tangisan Maya, mengamuk. Ia keluar dari gua yang selama ini mengurungnya, dan menuju ke speedboat tempat Maya ditawan. Rombongan para ilmuwan yang ketakutan segera menyuruh nakhoda speedboat cepat² berlayar meninggalkan pulau Rinca. Betapa terkejutnya Prof. Tagushi begitu mengetahui bahwa Watanabe telah menyembunyikan Maya di dalam speedboat mereka. Tapi semua sudah terlambat. Bala terus nekad berenang mengikuti speedboat itu. Prof. Johan minta bantuan Danlanal Tanjung Perak untuk mengirim pasukan helikopter yang dilengkapi dengan senjata obat bius. Bala pun pingsan akibat tembakan peluru obat bius dosis tinggi. Dalam keadaan tak sadarkan diri, ia diangkut dengan sebuah tongkang khusus, langsung menuju pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan dibuatkan sebuah kandang yang bagus dan mewah di Kebun Binatang Ragunan………
Bala pun dinobatkan menjadi salah satu dari “Tujuh Keajaiban Dunia” pada dekade itu. Ia menjadi objek tontonan ‘Extravaganza’. Banyak wisatawan mancanegara datang untuk menyaksikan atraksi Maya, seorang gadis pawang suku Sasak yang dapat bercanda ria dengan seekor komodo raksasa. Sementara Prof. Tagushi yang gusar kepada Watanabe, segera memecatnya sebagai asisten. Namun alih² insyaf akan kesalahannya, Watanabe malah nekad hendak memperkosa Maya sehingga Maya pun terpaksa melawan dan tak sengaja membunuhnya. Akibatnya Maya harus berurusan dengan yang berwajib dan menjadi tahanan pihak kepolisian…..
Terjadi peristiwa diluar dugaan. Bala yang mendengar rintihan Maya dari penjara, mengamuk se-jadi²nya. Kandang diporak-porandakan dan kemudian ia pun mengobrak-abrik menteror Ibukota sehingga warga Ibukota panik ketakutan. Gedung² pencakar langit roboh diterjang tubuh hewan raksasa itu. Angkatan Udara mengerahkan pesawat tempur namun peluru² yang ditembakkan tak mempan menembus kulit ‘naga raksasa’ itu. Dani sadar bahwa hanya Maya yang dapat menjinakkan Bala. Maka ia meminta pihak kepolisian Ibukota untuk membebaskan Maya. Maya dilepaskan dari tahanan, dan Dani langsung mempertemukannya dengan Bala. Komodo raksasa itupun berhenti mengamuk. Akhirnya Maya dengan menunggangi Bala, berenang mengarungi Laut Jawa, kembali ke habitatnya di pulau Rinca, Nusa Tenggara Timur……. *****