PUT ON, CERGAM INDONESIA PERTAMA KARYA ANAK BANGSA (1931 – 1965) :
Put On, adalah tokoh cergam jenaka yg diakui sbg cergam pertama hasil karya anak bgs Indonesia, di tengah membanjirnya komik2 strip Barat terjemahan di surat2 kabar berbahasa Belanda maupun Melayu spt : Flash Gordon,Tarzan, Phantom dsb pd masa Hindia Belanda (1931). Karakter rekaan cergamis Indonesia keturunan Tionghoa, Kho Wan Gie (1908-1983) ini muncul perdana 17 Januari 1931 (menurut pengamat komik Arswendo Atmowiloto) dlm bentuk komik strip di harian Sin Po, sebuah media komunikasi Tionghoa peranakan berbahasa Melayu. Di koran inilah komik strip Put On setia menemani pembaca setiap Jumat dan Sabtu selama 30 tahun. Sayang sekali pada masa penjajahan Jepang penerbitan kisah2 bercirikan kehidupan masyarakat Tionghoa dibredel oleh pemerintah Jepang antara 1942 -1946. Setelah penjajahan Jepang berakhir, tokoh Put On kembali menemani pembaca lewat majalah Pantjawarna dan harian Warta Bhakti. Sampai akhirnya riwayat Put On betul-betul habis bersamaan dgn dilarang terbitnya kedua media massa tsb akibat peristiwa G-30-S/PKI tahun 1965. 1967 Kho Wan Gie kembali membuat cergam dgn nama samaran Sopoiku menampilkan tokoh2 humoris baru spt : Nona Agogo, Si Pengky, Jali Tokcer, Si Lemot dsb…..
Nama Put On yg diambil dari bhs Hokkian, Bu An yg berarti Si Gelisah digambarkan sbg seorang pria bujangan keturunan Tionghoa dgn postur gendut dgn tingkahnya yg lugu dan konyol. Dia sering bernasib swee siao (sial) dan selalu gagal menyatakan cintanya kpd wanita yg ditaksirnya bernama Dortjie. Tokoh lain di sekitarnya adalah ibunya (Nee), dua adik laki-laki (Tong & Peng), sahabat2nya : Aliuk, Ong Tek dll. Saya suka membaca cergam Put On karena bhs yg dipakai akrab di telinga karena sama dgn yg dipergunakan di kalangan keluarga saya, yakni bhs Hokkian se-hari2 spt : bogaukun, cialat, owe serta panggilan ke orang2 tua spt encek, engko dst.
Hal menarik lainnya adalah tema yg diangkat selalu aktual, sesuai dgn topik2 hangat yg tengah ramai jadi pembicaraan di kalangan masyarakat pd masa itu. Put On seakan ingin merekam situasi yg dihadapi oleh golongan Tionghoa kelas menengah di Ibukota Jakarta pd kala itu. Misalnya saja bgmn menghadapi banjir yg sering melanda, pesta olah raga (Ganefo), kejuaraan bulutangkis Thomas Cup hingga bgmn masyarakat hrs rela antre untuk mendptkan minyak tanah atau beras. Dia juga bersifat patriotik krn ikut daftar sbg sukarelawan dlm misi pembebasan Irian Barat (skrg Papua). Tak ketinggalan ikut partisipasi dlm acara perayaan 17 Agustusan. Keterlibatan Put On dlm urusan politik dan budaya disamping hidup kesehariannya sbg bagian dari masyarakat sosial, membuatnya menjadi “cermin” dan rekaman hidup masyarakat pd zamannya, melalui kacamata humoris sang cergamis. Shg meskipun mengkritik pemerintah, kita bisa melihatnya dari sisi kelucuan oleh karena disajikan lewat tingkah kocak sang bujang lapuk…
Bahkan menurut Sinolog (Pengamat budaya Tionghoa) Myra Sidharta, selama lebih dari 30 tahun perjalanannya, Put On seakan jadi panutan bagi para pembaca Sin Po, Pantjawarna maupun Warta Bhakti yg kebanyakan orang Tionghoa Peranakan di Indonesia, khususnya Jakarta. Dan karena durasi penerbitannya yg begitu lama, kita bisa melihat perubahan kehidupan sosial politik dan budaya yang terjadi pada pola kehidupan peranakan Tionghoa di Indonesia lewat cergam Put On tsb…..