Serial Jaka Sembung episode XIII :
“SINGA HALMAHERA”
Karya : Djair Warni
Penerbit: UP. Rosita, Jakarta.
Tebal : 558 halaman (9 jilid)
Tahun terbit : 1973
Ini adalah masa dimana Djair berada di puncak produktivitasnya sehingga dampak negatifnya adalah kualitas gambar yg semakin asal2an meski harus diakui tetap expresif dan sugestif sehingga mampu menggambarkan suasana yg ingin ditampilkan. Bahkan bukan tak mungkin Djair menggunakan jasa asisten guna menyelesaikan panel2 gambar yang tengah dibuatnya, apalagi saya dengar bahwa beliau memiliki murid bernama Suryono alias Djeliteng yang juga dipercaya oleh Djair untuk menggarap beberapa “spin off” Jaka Sembung yg boleh dibilang sebagai cerita yg paling luas “universe”nya serta banyak cabang dan rantingnya pada masa itu. Untuk hal ini kita perlu angkat topi kepada komikus dengan nama lengkap Djair Warni Ponakanda ini….
Meskipun dari segi gambar tampak “kejar tayang” sehingga kurang dari segi estetika, namun sebagai seorang ahli cerita Djair semakin menunjukkan kelasnya. Kisah dikemas menarik, dan kali ini beliau banyak terinspirasi dari cerita2 bertema kelautan dan bajak laut. Alur kisah berjalan lurus dan bisa dinikmati tanpa perlu mengerutkan kening. Yakni tentang adik2 Parmin yaitu Kaswita dan Sri yang setelah peristiwa Badai di Laut Arafuru terdampar di Halmahera, kemudian ditangkap oleh sepasang bajak laut “eksentrik” berjulukan “Singa Halmahera”. Kaswita menjadi tawanan si “Singa Jantan (SJ)” sedangkan Sri jatuh ke tangan si “Singa Betina (SB)”. Dan seperti banyak kisah bajak laut, maka dalam “Singa Halmahera” juga ada bagian dimana Djair terinspirasi oleh legenda “the Flying Dutchman”, yakni tentang Kapal Hantu yang para awaknya dikutuk menderita penyakit menular sehingga harus terus berlayar dan tak pernah diizinkan berlabuh…..
Djair memanfaatkan gaya hidup para bajak laut sebagai sarana untuk menyajikan adegan2 pertempuran kolosal yang penuh puncratan darah melalui gaya hidup SJ. Serta adegan pornografi yang penuh ketelanjangan melalui gaya hidup SB yang memiliki kelainan seksual yakni suka sesama jenis. Disini Djair coba mengangkat isu “lesbianisme” melalui karya komiknya. Sebuah terobosan yang cukup berani mengingat pada masa itu isu2 LGBT masih merupakan isu yang sensitif dan dianggap tabu…..
Sinopsis:
Usai peristiwa Badai di Laut Arafuru, Sri dan Kaswita, adik2 Parmin, terdampar di pantai Halmahera dan langsung jadi tawanan kawanan bajak laut dibawah pimpinan sepasang bajak laut “eksentrik” berjulukan “Singa Halmahera”. Kaswita jatuh ke tangan SJ yang segera mengujinya dengan cara “menyabungnya” melawan Matusea, anakbuah SJ yang paling jagoan. Kaswita berhasil mengalahkan Matusea dan diangkat jadi wakil SJ. Nasib Sri lebih menyedihkan. Karena kecantikannya, ia telah membuat SB yang punya kelainan seksual (suka sesama jenis/lesbian) langsung “jatuh hati”. Sri tak mau menyerah begitu saja. Ia coba melawan, tapi ternyata ia bukan lawan sepadan bagi SB. Maka mau tak mau untuk sementara ia membiarkan dirinya jadi “budak nafsu” SB yang ganas luar biasa, baik di ranjang maupun di medan pertempuran (adegan ini disajikan dengan amat explisit dan vulgar oleh Djair. Konon atas permintaan penerbit untuk meningkatkan daya jual/nilai komersialnya)……
Selanjutnya SJ mengajak Kaswita melakukan debutnya dengan merompak sebuah kapal pinisi milik seorang saudagar Bugis bernama Daeng Palopo yg tengah melakukan pelayaran niaga bersama anak istrinya. Ternyata Daeng bukan orang sembarangan. Ia berhasil membuntungi salah satu tangan SJ, sebelum akhirnya ia dan istri harus tewas di tangan SJ. Namun ketika SJ hendak membunuh anak angkat sang Daeng yang masih remaja, Kaswita mencegahnya. Sebelum wafat istri Daeng menitipkan putra angkatnya yang merupakan anak suku Papua bernama Tuhumuri, kepada Kaswita. Sejak saat itu terjalin persahabatan bahkan lebih mirip persaudaraan diantara 3 sekawan : Kaswita, Tuhumuri dan Matusea….
Melihat pimpinannya cacad dan luka parah, seorang anakbuah SJ coba melakukan pemberontakan untuk merebut kepemimpinan dari tangan SJ. (Disini sangat mungkin Djair terilhami oleh film “Mutiny on the Bounty”). Namun berkat kegagahan Kaswita, pemberontakan berhasil dipadamkan. Semenjak peristiwa itu SJ makin percaya akan kesetiaan Kaswita. Maka ia memutuskan beristirahat dulu di markasnya di Halmahera seraya menyembuhkan luka2 di tangannya. Dan utk sementara kepemimpinan diserahkan kepada Kaswita….
Sebagai pimpinan pada operasi2 perompakan selama SJ cuti, Kaswita merubah kebijakan target sasaran perompakan. Bila selama ini kawanan bajak laut tsb hanya melakukan penjarahan thdp warga nelayan dan menghindari bentrokan dengan kapal2 Kumpeni agar tidak berurusan dgn gubernur Jenderal Van den Smoeth di Batavia, maka Kaswita melakukan kebijakan sebaliknya. Ia melakukan penjarahan bahkan menyikat habis semua kapal dagang Belanda yg melewati perairan Laut Banda dan Arafuru, dan sebagian hasil jarahan dibagikan kepada para nelayan yang biasanya jadi target penjarahan oleh SJ sbg kompensasi dan juga untuk merehabilitasi nama Singa Halmahera yg selama ini ditakuti dan dibenci oleh warga nelayan tsb. Akibatnya nama Kaswita sbg “Singa Muda” menjadi harum dan disegani oleh rakyat miskin. Sebaliknya ia amat ditakuti oleh kapal2 Belanda yg berlayar di sekitar daerah operasi bajak laut Singa Halmahera tsb……
Lalu bgmna dgn nasib Sri yg berada dlm cengkeraman SB? Sungguh kasihan nasibnya karena selama ikut berlayar bersama SB, dia hrs melayani nafsu syahwat abnormal sang SB. Hingga pd suatu mlm dia sdh tak dpt lagi menahan rasa jijik shg nekad kabur dgn menggunakan sebuah sekoci. Di tengah laut Banda ia melihat sebuah kapal yg cukup besar dan mencoba naik ke kapal tsb guna mencari pertolongan. Namun “dewi Fortuna” blm berpihak kpdnya. Ternyata kapal itu mirip legenda “Kapal Hantu (Flying Dutchman)” yg merupakan kapal Belanda yg tak boleh berlabuh di pelabuhan manapun karena para penumpangnya terkena wabah kusta dan juga pes akibat dihuni oleh ribuan ekor tikus. Bbrp awak kapal yg masih hidup mencoba memperkosa Sri shg Sri terpaksa menghajarnya. Bau darah para awak yg luka dihajar Sri mengundang ribuan tikus keluar dari sarangnya. Sri berlindung di ruangan Kapten Kapal yg sdh kosong karena sang Kapten sdh lama tewas. Ia menulis bbrp pucuk surat berisi permintaan pertolongan kepada siapa saja yg menemukan surat2 tsb, lalu dimasukkan ke dlm botol bekas minuman keras milik sang Kapten, kemudian dilarungkan ke laut dgn harapan ada yg menjumpai dan membacanya serta sudi memberi pertolongan…..
Lelah malang-melintang sbg Singa Muda yg semakin hari semakin dihormati dan disegani kawan dan lawan, Kaswita dilanda rasa rindu kpd Sri, kakaknya. Matusea mengajaknya pulang ke markas karena biasanya setlh melewati tiga purnama, SB pulang ke markas utk beristirahat. Betapa kecewa Kaswita karena setelah jumpa SB di markas, ternyata SB pun telah kehilangan Sri karena dia kabur meninggalkan kapal dgn sebuah sekoci. Dgn sedih Kaswita lari ke pantai, tak tahu lagi apa yg hrs dilakukan. Tiba2 ia menemukan salah satu “surat dlm botol” yang dilarungkan oleh Sri terdampar di pantai. Begitu membaca surat itu, ia segera mengajak Tuhumuri dan Matusea pergi mencari “Kapal Hantu” yang dikatakan Sri dlm suratnya dengan menggunakan sampan, tanpa mempedulikan puluhan kapal yang merupakan armada Bugis pimpinan adik Daeng Palopo serta armada Kumpeni, yang telah mengepung pantai, untuk membalas dendam kepada Singa Halmahera….
Terjadi perang tawur segi tiga antara armada kapal Bugis, kapal Kumpeni dengan kawanan Singa Halmahera. Melihat komplotannya terdesak dan kocar-kacir, SB diam2 kabur naik sampan menuju pulau tempat penyimpanan harta karun hasil jarahan. SJ yg tahu siasat licik partnernya segera mengejar. Tiba di pulau harta karun, keduanya bertarung mati2an berebut harta hasil jarahan. Akibatnya sungguh tragis. Keduanya sama2 tewas dan jadi mangsa burung2 buas pemakan bangkai….
Sebaliknya, “happy ending” dialami kerabat Jaka Sembung yg tengah mengarungi laut Arafuru. Awom yg tengah mancing secara tak sengaja mendapatkan “surat dlm botol” yang dikirim Sri, pada ujung mata kailnya. Begitu membaca surat itu, Parmin segera menyuruh Wori yg pegang kemudi utk mencari “Kapal Hantu” sebagaimana disebutkan oleh Sri dlm suratnya. Akhirnya Kaswita cs dan Parmin cs bertemu dengan Sri yang berada dalam keadaan kritis di atas “Kapal Hantu”. Mereka segera menolong Sri dan ber-sama2 berlayar menuju Pulau Jawa…. *****
Judul berikutnya: “K I N O N G”.
#djairwarni
#jakasembung