Dwilogi Tiga Pahlawan dan Api di Hutan Rimba. Terbitan Sapta Taruna Jakarta – 1965.
Tebal : 26 halaman & 27 halaman.
Terbit jauh sebelum SBDGH dan hanya terdiri dari 26 halaman, TIGA PAHLAWAN berlatar belakang Banten, berkisah ttg 2 orang saudara angkat Barta yang sdh yatim piatu dan Sukri, yang oleh ayah Sukri disuruh menuntut ilmu di pesantren milik Kyai Asbullah. Barta yang tdk betah berguru disana berusaha kabur dari pesantren. Namun setelah melihat kehebatan ilmu pencak silat sang Kyai dlm menghajar 2 orang jawara, Barta mengurungkan niat untuk kabur dan tekun belajar kpd Kyai Asbullah shg 5 thn berlalu kedua pemuda tsb menjadi jagoan yang tangguh….
Jawara yang dipecundangi oleh sang Kyai tak tinggal diam. Mereka berkhianat dgn membocorkan aktivitas pesantren tersebut kpd pihak Kumpeni. Dgn dipandu oleh sang jawara, pasukan Kumpeni menyerang pesantren Kyai Asbullah. Terjadi pertempuran seru. Kyai dan murid2nya berhasil meloloskan diri sambil melakukan perlawanan yang menyebabkan dari pihak Kumpenipun banyak jatuh korban….
Ke 3 pahlawan ( Kyai Asbullah, Barta dan Sukri) melanjutkan perjuangan mereka dgn cara bergerilya. Maka kisahpun berlanjut ke Api di Hutan Rimba…
Dlm API DI HUTAN RIMBA, dikisahkan bhw setelah pondok pesantrennya dibakar Kumpeni, Kyai Asbullah dan ke dua muridnya pindah bermarkas di hutan belantara serta melanjutkan perjuangan dgn cara bergerilya. Sukripun sudah memiliki seorang kekasih bernama Sarifah. Sedangkan dari pihak Kumpeni ada Kapitan van de Frist, dibantu oleh jawara yang sudah ber-kali2 dipecundangi oleh Kyai Asbullah bernama Cubling.
Suatu hari mata2 Cubling memberi tahu persembunyian para gerilyawan. Cubling menyuruh begundal2 nya menculik Sarifah untuk dijadikan sandera. Barta yang kebetulan memergoki mereka berusaha menghadang tapi mereka keburu hilang ditelan kegelapan malam. Barta terus melacak shg menjumpai perkemahan pasukan Kumpeni merangkap markas mereka. Iapun segera melapor kpd Kyai Asbullah.
Kyai Asbullah kembali memimpin penyerangan. Terjadilah pertempuran seru dan kali ini para gerilyawan berhasil membakar benteng perkemahan Kumpeni shg apipun berkobar di hutan rimba. Sarifah berhasil diselamatkan oleh Sukri, sang kekasih. Kapitan van de Frist dan pasukannya berhasil dikalahkan. Selanjutnya Kyai Asbullah menyerahkan tampuk kepemimpinan kpd Dwitunggal Sukri dan Barta, yang dibantu oleh Srikandi Sarifah, untuk terus melanjutkan perjuangan mempertahankan tanah Banten yang mereka cintai dari tangan penjajah.