BRAJA
Karya: Man
Cetakan Ketiga (C3) versi single cover.
Isi: 12 Jilid/ 576 halaman dalam 12 buku dengan 1 varian cover
Ukuran komik: 17,5cm x 12,8cm.
Format: Dua panel per – halaman. Hitam – Putih. Softcover. Penjilidan dengan angka menggunakan stempel.
Penerbit: Rosita, Jakarta.
Terdaftar No. Pol: BC/ 0527/ IX/ 1979/ SBINMAS (Jilid 1) – No. Pol: BC/ 310/ IX/ 1980/ SBINMAS (Jilid 12 – Tamat)
Sinopsis:
Braja yg tergeletak pingsan dihajar oleh Dewi Lanjar ditunggui dengan sabar oleh Cendani. Setelah siuman, Cendani mendesak Braja untuk menceritakan kejadian yang sesungguhnya di perguruan Gunung Karang. Braja yg amat takut dan patuh terhadap gurunya menceritakan kejadian yg dilihatnya dimasa lalu.
Setelah memahami apa yg sebenarnya telah terjadi, Cendani mengajak Braja menyusul Kyai Dento mencari Ki Tumbal. Dalam perjalanan tersebut, Cendani diculik oleh seseorang berwajah menyeramkan tanpa sepengetahuan Braja. Dalam perjalanan mengarungi laut, Cendani mengetahui bahwa penculiknya adalah Balungkala majikan pulau Ular yg telah turun ke daratan atas permintaan Ningrum anak angkatnya mencari Raden Mantra yg sudah menodainya. Sedang Braja yg salah menduga Cendani membencinya, mengejar ke Gunung Putri markas baru perkumpulan golongan putih.
Kakek Gero si Hantu Selaksa Racun dan Nyi Tunjung Hitam menyatroni pulau ular guna memaksa Balungkala (alias Tohgeni dimasa mudanya) bergabung dengan gerombolan mereka yang diketuai oleh Burasa. Bentrokan hebat terjadi, Gero dan Nyi Tunjung Hitam jatuh muntah darah. Dengan akal liciknya Gero memperdayai Balungkala hingga terkena uap racun ulat salju. Di saat kritis, Cendani dan Sobrang mengusir kedua tokoh sesat tersebut. Karena terluka parah, Gero dan Nyi Tunjung Hitam memutuskan kabur.
Cendani memaksa Sobrang & Ningrum beserta anaknya membawa Balungkala ke daratan utk menemui Ki Tumbal. Dalam perjalanan tersebut, Cendani mengetahui siapa Balungkala sebenarnya dan hubungannya dengan Dewi Lanjar. Sesampainya di darat, rombongan tersebut memutuskan beristiharat disebuah rumah terlantar. Di keheningan malam, dengan pendengarannya yg tajam, Cendani mengikuti 2 sosok tubuh yg kemudian dikenalinya sebagai Bajobarat dan muridnya Kumara yg pernah dijodohkan dengannya di masa lalu. Mereka mengikuti arak-arakan massa menuju sebuah rumah yg terbakar hebat. Tahu-lah Cendani apa yg terjadi. Ternyata gerombolan Burasa membunuh si Tangan Geluduk Bahugora dan membakar rumah perguruan Macan Kumbang.
Beserta muridnya Kumara, Bajobarat melacak jejak gerombolan tersebut. Di suatu tempat, nyaris seseorang membokong Bajobarat. Pembokong tersebut ternyata adalah Burasa yg ternyata seperti ayam sayur menghadapi jari besi Bajobarat. Di saat kritis sesosok bertubuh gempal dikegelapan pepohonan menyelamatkan Burasa dengan senjata rahasianya. Tetapi seruan Cendani menyelamatkan Bajobarat dari bahaya pembokongan tersebut. Selanjutnya Cendani menjelaskan kejadian yg sebenarnya pada Bajobarat dan muridnya Kumara bahwa yg menyamar sebagai Braja tidak lain adalah Burasa.
Cendani terpaksa berpisah dengan Bajobarat dan Kumara guna mencari Ki Tumbal.
Di suatu tempat, Kyai Dento yg dalam keadaan keracunan ternyata telah diobati oleh Ki Tumbal. Setelah pulih, Kyai Dento meminta Ki Tumbal utk menjauh darinya. Tapi terlambat karena disekelilingnya Kakek Gero, Patilolo, Raden Mantra dan gerombolannya sudah mengepung tabib sakti yg buta matanya ini. Kalem Ki Tumbal menghadapi keroyokan tokoh-tokoh sesat tersebut dengan kibasan angin yg keluar dari telapak tangannya. Gero, cs jatuh tunggang langgang dan tercengang melihat kenyataan tersebut. Gerombolan itu akhirnya kabur meninggalkan Ki Tumbal dan Kyai Dento yg kemudian dicegat oleh Cendani. Mulanya Cendani sengit menghadapi Kyai Dento, untunglah Ki Tumbal menengahi dan meminta Cendani mengantarnya menemui Balungkala yg sekarat.
Kedatangan Braja ternyata sudah diketahui oleh pihak perguruan Gunung Putri yg sedang mengadakan rapat. Oleh tetua ageung yg baru Suratama dan Surataman, mereka memutuskan untuk membekuk Braja. Dewi Lanjar yg merasa telah tercoreng nama baiknya, mendahului menyerbu kearah Braja. Namun Braja anehnya tidak melakukan perlawanan sama sekali. Gemas melihat sikap Braja yg dianggapnya pamer ilmu kepadanya, Dewi Lanjar menghajar Braja dengan payung saktinya. Braja menghindar kesana-kemari mengikuti arah gerakan payung gurunya tersebut. Namun akhirnya Braja pasrah melihat keberingasan gurunya. Tusukan payung Dewi Lanjar mengenai Braja. Namun disaat kritis, saat Dewi Lanjar ingin menghujamkan ujung payungnya yg runcing kearah Braja, sebuah sentilan biji melinjo yg disertai oleh tenaga dalam yg kuat menghalangi niat Dewi Lanjar.
Ternyata Ki Tumbal & Kyai Dento sudah datang pula menghadiri pertemuan tersebut. Ki Tumbal menengahi niat Dewi Lanjar untuk membunuh Braja dengan mempersilahkan Kyai Dento menjelaskan persoalan yg sebenarnya. Kyai Dento yg sudah merasa tidak dianggap lagi dalam perkumpulan golongan putih, menjelaskan dengan terbata-bata sumber masalah sebenarnya. Mendadak Ki Tumbal mendekati Braja dan melancarkan pukulan dari telapak tangannya. Para tokoh rimba persilatan golongan putih kaget melihat Braja dengan ringannya melayang setelah menerima pukulan yg dilancarkan oleh Ki Tumbal. Ki Tumbal memuji dan mengakui jurus Angin Manik yg sempurna sudah dikuasai oleh Braja. Tapi itu tidak membantu Braja dari tuduhan melakukan pembunuhan keji terhadap tokoh-tokoh rumah perguruan silat golongan putih. Disaat dalam kebingungan tersebut, Bahugora dan muridnya Kumara datang terlambat ke pertemuan tersebut. Dari penuturan Bahugora, terkuaklah siasat keji Kyai Duwung, Kakek Gero, Burasa dan komplotannya. Pembunuh yg sudah menyamar sebagai Braja adalah Burasa.
Pendengaran tajam Ki Tumbal telah mengetahui perburuan gerombolan Ki Duwung cs terhadap rombongan Cendani dan Balungkala, cs. Serentak para tokoh golongan putih menghambur keluar untuk membantu pengeroyokan yg tidak seimbang tersebut. Braja menghambur kedalam perkelahian mencari Cendani. Ditemuinya Sobrang yg tengah menghadapi keroyokan Raden Mantra cs. Sobrang menunjuk ke arah dimana Cendani menghadapi keroyokan Nyi Tunjung Hitam & Kakek Gero bersama Duwung. Cendani yg sedang terdesak oleh Kakek Gero bersama binatang-binatang kecil berbisa yg selalu dibawanya, diselamatkan oleh Braja. Kini berbalik para tokoh sesat tersebut mengeroyok Braja. Ki Duwung menyungsup ke semak-semak oleh tangkisan telapak tangan Braja yg mengeluarkan angin. Kakek Gero menghamburkan puluhan serangga kecil berbisanya kearah Braja, namun semua hangus musnah oleh angin panas yg keluar dari telapak tangan Braja. Ketiga tokoh sesat itu terkejut bukan main. Sadarlah mereka, tujuan utama mereka dalam mengejar Kitab Angin Manik Mujarobat ternyata sia-sia karena ilmu tersebut kini dikuasai oleh Braja. Tetapi pikiran Braja juga bercabang dengan keadaan Cendani dalam menghadapi keroyokan tokoh sesat tersebut. Untunglah Dewi Lanjar datang membantu menghadapi Gero. Si Hantu Selaksa Racun yg kalah setingkat jatuh muntah darah menghadapi Dewi Lanjar. Di sisi lain Raden Mantra tewas oleh gelang maut Sobrang saat menghambur kearah putri Ningrum yg lepas dari pengawasannya. Balungkala yg belum pulih sepenuhnya mengamuk menghadapi pengeroyokan anak buah Kyai Duwung.
Beberapa waktu setelah pertempuran besar-besaran tersebut, Braja dan Cendani dinikahkan oleh Dewi Lanjar dan Dewi Pulungsari disaksikan oleh tokoh-tokoh golongan putih yg hadir di perguruan Gunung Putri. Secara diam-diam Braja & Cendani keluar dari perguruan mencari Kakek Gero guna mengobati racun Lintah Bromo yg dicekoki Kakek Gero saat menculik Braja dari kediaman Ki Tumbal.
Disaat lain, Balungkala dan Ki Tumbal bertemu dilokasi persembunyian Sanggabuana. Pertengkaran sengit terjadi karena Balungkala menuduh Ki Tumbal yg membocorkan lokasi penyimpanan kitab tersebut yg dirahasiakan. Sedih mendengar tudingan Balungkala, untuk membuktikan bahwa dia tidak pernah membocorkan lokasi tersebut, Ki Tumbal dengan nekad mencoblos kedua matanya (yg selama ini selalu terpejam walau tidak buta) dengan tangannya sendiri. Kaget dengan reaksi Ki Tumbal, Balungkala amat menyesali tudingannya.
Braja dan Cendani tiba terlambat menyaksikan lokasi penyimpanan Kitab Angin Manik yg sudah tertimbun longsoran batu-batu besar. Tahu lokasi penyimpanan kitab Angin Manik telah diruntuhkan, Ki Duwung menghajar Burasa dan mengangkat dirinya sebagai tetua ageung. Braja sengaja berpisah dan meninggalkan Cendani seorang diri guna menyatroni perguruan Gunung Karang mencari Kakek Gero si Hantu Selaksa Racun. Justru Cendani yg menjumpai Burasa yg kabur setelah diselamatkan Kakek Gero dari tikaman tombak Kyai Duwung. Cendani yg menyadari siapa yg ada dihadapannya menghajar Burasa jatuh bangun. Akhirnya Burasa kabur meninggalkan Cendani yg bertanya-tanya dalam hati.
Kakek Gero, Ki Duwung dan gerombolannya mengejar Burasa kembali ke perguruan Gunung Karang. Justru Braja yg dikiranya sebagai Burasa sedang berdiri termangu dihalaman perguruan yg sudah tidak terurus tersebut. Kakek Gero, cs kecele saat melihat Braja dengan ringannya menghindar & membalas serangan Ki Duwung.
Sadar siapa yg berdiri dihadapannya, Kakek Gero cs mengeroyok Braja. Dengan Angin Manik, Braja menghempaskan puluhan serangga kecil yg dilemparkan Kakek Gero hingga nyasar mengenai Nyi Tunjung Hitam. Kakek Gero mengamuk menyaksikan Nyi Tunjung Hitam sekarat dan akhirnya tewas oleh racun serangga berbisa peliharaannya. Duel seru antara Kakek Gero dan Braja berakhir dengan remuknya tulang punggung si Hantu Selaksa Racun tersebut oleh Braja.
Kyai Duwung pertapa pulau seribu melarikan diri dan dikejar oleh rombongan Dewi Lanjar, Dewi Pulungsari dan anggota perguruan Gunung Putri. Kyai Duwung yg terdesak hingga dibibir jurang, memilih bunuh diri ketimbang ditawan dan mempertanggung-jawabkan perbuatannya. Bertepatan dengan itu Braja yg sudah menemui Cendani menghampiri rombongan Dewi Lanjar, cs.
Braja dan Cendani terkejut saat Dewi Lanjar meminta mereka berdua menemui kakak ipar Braja. Ketika Braja dalam keadaan kebingungan, mendadak mereka dikejutkan oleh kehadiran Burasa yg tingkah lakunya seperti orang tidak waras…