Rating 4.5 / 5. Total vote: 2

Belum ada vote, silahkan anda yang pertama!

Diupload oleh Alex Wienarto
Diperbaharui tanggal

Luluhur Pandawa

MAHABHARATA, GRAND DESAIN PARA DEWATA DLM MEMBASMI SANG ANGKARA MURKA (2) :
“Karma Dewi Setyawati”

*Begawan Abiyasa
(Lahirnya Destarata, Pandu Dewanata dan Yama Widura).

Wicitrawirya dinikahkan dengan Ambika dan Ambalika, namun wafat karena sakit tanpa beroleh keturunan. Dewi Setyawati mulai sadar bhw ini adalah “karma” dewata atas apa yang diperbuatnya thdp Bisma. Ia menawarkan kepada Bisma utk mencabut sumpahnya, namun tentu saja sbg seorang ksatria Bisma menolak….

Setyawati mengatakan kepada Bisma bahwa sesungguhnya ia masih memiliki seorang putra dari seorang pertapa bernama Resi Palasara yg diberi nama Abiyasa. Saat ini ia sudah menjadi seorang pertapa spt ayahnya dan tinggal di Pertapaan Saptarengga. Namun masalahnya Abiyasa adalah seorang yang buruk rupa dan berbau amis sehingga dikhawatirkan kedua putri tak bersedia utk dinikahkan dgnnya. Merasa bahwa tdk ada jalan lain untuk menyelamatkan wangsa Bharata, maka Bisma meminta agar Setyawati membujuk putranya tsb agar mau menjadi Raja Hastina dan menikahi kedua putri itu….

Abiyasa menolak tahta Hastinapura namun bersedia menikahi Ambika dan Ambalika agar beroleh keturunan. Tapi terjadilah mala petaka, disebabkan karena kedua putri tak dpt menyembunyikan rasa takut mereka melihat wujud resi tersebut. Ambika memejamkan mata waktu berhubungan badan dgn Abiyasa shg melahirkan putra yg tunanetra, diberi nama Destarata. Sedangkan Ambalika wajahnya pucat ketakutan dan terus memalingkan mukanya karena takut melihat wajah sang resi, berakibat putranya yg diberi nama Pandu Dewanata berwajah putih pucat dan kepalanya sedikit “tengleng” (miring) ke kanan….

Setyawati masih tidak puas karena cucu2nya membawa cacat bawaan shg ia anggap kurang layak menjadi raja. Ia meminta Abiyasa mencoba lagi. Namun kedua putri yang sudah ogah utk melakukan hubungan lagi dengan sang resi, diam2 menyuruh seorang dayang untuk menggantikan mereka. Ternyata sang dayang juga sempat takut dan lari hingga kakinya terantuk kaki tempat tidur dan jalan ter-pincang2. Akibatnya putra yang ia lahirkanpun berkaki pincang dan diberi nama Yama Widura. Merasa bhw semua yg terjadi merupakan “karma” dari dewata atas dirinya, Ibu Suri Setyawati pun pasrah…

Merasa sudah selesai dgn tugasnya Abiyasa pun kembali ke pertapaan Saptarengga. Tampuk pemerintahan sementara dipegang oleh Bisma sambil menunggu keponakan2 nya beranjak dewasa dan layak menjadi Raja. Destarata meskipun tunanetra tapi tangannya memiliki ajian Kumbala Geni shg dapat menghancurkan benda2 yang dipegangnya. Pandu Dewanata berwajah tampan dan ahli memanah. Sedangkan si bungsu Arya Widura adalah seorang arif bijaksana dan ahli dalam hal tata kenegaraan…..

Catatan :
Sampai disini kita melihat sesuatu yg menarik yakni bahwa ternyata baik Pandawa maupun Kurawa dilihat dari garis keturunannya tidak memiliki darah Bharata sama sekali. Ini karena putra Setyawati dari Santanu yang memiliki darah Bharata sesungguhnya sudah habis sampai Wicitrawirya. Sedangkan Destarata dan Pandu yang kelak menurunkan Pandawa dan Kurawa adalah putra Resi Abiyasa yg merupakan putra Setyawati dari Resi Palasara dan tidak memiliki garis keturunan Bharata. Jadi sesungguhnya Bharatayudha adalah perang “milik” Bisma Dewabrata karena diantara para ksatria yang terlibat dlm perang besar di padang Kurusetra tsb kelak, hanya dialah satu2nya yang masih dialiri darah Bharata di dalam dirinya….

Bahkan tentang halnya Pandawa merupakan keturunan Pandu pun nanti layak jadi bahan perdebatan tersendiri. Apa sebabnya? Nanti akan kita bicarakan bila ceritanya sdh sampai kesana. Yg jelas, kisah Mahabharata ini makin kita dalami akan makin menarik untuk diikuti. Malah bagi orang beragama Hindu tentunya dapat menambah kekuatan iman mereka bahwa segala sesuatu di dunia ini sejatinya sudah ada yg mengaturnya shg tdk ada satupun yg terjadi hanya sebagai suatu kebetulan saja adanya….

(Bersambung ke Bagian-3 : “Jodoh Putra2 Abiyasa”)

Karya

Serial

Belum diisi

Penerbit

Genre

Kondisi

08 - Bagus

Kemasan

Softcover

Cetakan

C2 – Cetakan Kedua

ISBN

Tidak Ada

Ijin Terbit Tahun

1966

Jilid

1