*Cergam Adaptasi dari Kisah Klasik Dunia :
“TIGA SERANGKAI”
5 jilid tamat
Karya : Indri Soedono
Penerbit : Loka Tjipta, Semarang
Tahun terbit : 1960an
Indri Soedono, nama yang melekat pada cergam “Dagelan Petruk Gareng”. Kisah ringan dan lucu yang menghibur pada era 1960 – 1970an. Tentang Indri Soedono, saya belum tahu banyak. Konon beliau adalah orang Semarang. Tokoh punakawan di tangan Indri Soedono dikembangkan dan diplesetkan menjadi kisah² kekinian pada masanya yang jauh dari “pakem” wayang yang membuat para pembaca senyum dan tertawa. Gambar² tanpa teks yang komunikatif dengan pembaca mampu menyampaikan maksud yang diharapkan.
Komik “Tiga Serangkai” ini seperti penjelasan cergamisnya, merupakan cergam selingan dari cergam serial “Dagelan Petruk Gareng”. Cergam “Tiga Serangkai” ini digubah secara bebas dari novel “The Three Musketeers” karya Alexander Dumas. Dalam cergam ini pemain utama masih keluarga “Karangkabuyutan”. Petruk memerankan sebagai Patros, Gareng sebagai Garhos, Bagong sebagai Barmis dan Semar sebagai Djendral Tripoli, ayah kandung Patros.
Kisah dimulai dengan Patros dari desa Kaskano yang ingin mengabdikan diri menjadi tentara kerajaan. Setelah mendapat ijin dari ibundanya, Patros berangkat menuju ibukota Parkis. Di desa persinggahan sebelum Parkis, Patros diganggu preman dan surat ibundanya untuk Djendral Tripoli dicuri oleh Rokop, salah satu preman yang mengganggu itu. Di Parkis, Patros melihat Rokop yang segera dikejarnya, namun berhasil lolos karena Patros bertabrakan dengan Garhos, anggota musketir (pengawal raja). Karena salah paham mereka bersepakat duel di tempat yang disepakati mereka. Garhos mengajak Barmis, teman anggota musketir, untuk menjadi saksi duel.
Meskipun terlambat beberapa menit, Patros datang dan disaksikan Barmis keduanya beradu pedang. Di tengah duel, datanglah serombongan Major Jusak, orang² kardinal Ritjuli, yang akan menangkap mereka bertiga. Ketiganya menolak ditangkap dan terjadilah pertempuran. Patros, Garhos dan Barmis mampu memukul mundur rombongan Major Jusak dan bahkan Patros berhasil melukai sang major. Setelah mengalahkan musuh²nya mereka setuju untuk menjadi satu kelompok tritunggal yang saling membantu.
Pada waktu itu Kardinal Ritjuli sangat berkuasa di kota Parkis, memiliki tentara yang kuat, dan dipercaya oleh Raja Lodewik. Kerajaan Parangakik memiliki tentara musketir yang kuat yang dipimpin oleh Djendral Tripoli. Sayang Kardinal Ritjuli berniat menggulingkan raja Lodewik, dan niat jahat ini diketahui oleh Djendral Tripoli. Sehingga dua kekuatan ini saling bersaing berebut kekuasaan. Perpecahan ini menjadi ancaman besar, karena pada saat yang sama Parangakik dirongrong kerajaan lain, yakni Kerajaan Panggris.
Djendral Tripoli marah kepada Garhos karena Kardinal Ritjuli menegurnya dan memberitahu bahwa anak buahnya, Major Jusak dilukai oleh anggota musketir. Setelah tahu duduk persoalan, Djendral Tripoli meminta Garhos memanggil Patros untuk diangkat menjadi anggota musketir. Sementara itu di kota, Patros yang belum diangkat jadi anggota musketir, sempat menolong wanita yang diculik oleh sekawan penjahat bertopeng yang salah satunya adalah Rokop. Penculikan Sarijem, demikian wanita itu mengaku namanya kepada Petros, dikarenakan kalung kerajaan.
Ternyata Sarijem adalah nama palsu. Nama aslinya adalah Sriwahyu, dayang Putri Dewi Ratna. Putri Dewi Ratna memiliki dayang lain, Melathi, yang sebetulnya adalah mata² yang susupkan kardinal Ritjuli ke kerajaan. Dari info² yang diperolehnya dari Melathi, Kardinal Ritjuli berupaya menyingkirkan “tiga serangkai” yang menjadi kekuatan utama tentara Djendral Tripoli. Namun jebakan²nya selalu gagal.
Dewi Ratna secara rahasia memadu kasih dengan putera mahkota Pangeran Karel dari Panggris, musuh Parangakik. Sebagai tanda cinta, kalung kerajaan Dewi Ratna diserahkan pada Pangeran Karel. Kardinal Ritjuli yang mengetahui hal ini dari Melalui, segera melapor ke Radja Lodewik. Sang raja pun marah dan kemudian menitahkan agar Dewi Ratna memakai kalung kerajaan pada hari ulang tahunnya. Atas usul Sriwahyu, Dewi Ratna minta bantuan kelompok “tiga serangkai” untuk mengambil kalung kerajaan dari Pangeran Karel.
Dalam perjalanan ke Panggris, 3 serangkai dihambat oleh tipuan, jebakan, serangan mendadak oleh para begundal Kardinal Ritjuli di bawah pimpinan Rokop. Bahkan di akhir jilid 4, dada Barmis tertusuk tombak. Di jilid 5 panel 36, Garhos kena jebakan bom yang meledak. Tinggal Patros seorang diri menunaikan tugas Dewi Ratna. Setelah mampu mengatasi semua rintangan dengan aksi² heroiknya, Patros kembali ke Parkis dan menyerahkan kalung kerajaan pada Dewi Ratna tepat pada waktunya.
Cergam “Tiga Serangkai” menurut saya bukan cergam genre humor, meskipun sangat terasa nuansa Dagelan Petruk Gareng dengan kata “tos”, “bagus” dan “all right”. Cergam ini merupakan cergam gabungan petualangan, kepahlawanan, intrik-intrik perebutan kekuasaan, spionase, dan tipu muslihat menjatuhkan lawan…… *****
(Narasi diintisarikan dari postingan Alm. Bpk. Akhmad Makhfat)