Rating 5 / 5. Total vote: 1

Belum ada vote, silahkan anda yang pertama!

Diupload oleh Alex Wienarto
Diperbaharui tanggal

T A U F A N

Akibat terlibat satu usaha pemberontakan yg gagal, Suryadi dan abang iparnya Kadir, 2 orang bekas tentara PETA (Pembela Tanah Air), ditawan oleh Jepang di sebuah Camp Tawanan di sebuah pulau terpencil yg dinamakan Pulau Neraka. Konon tak pernah ada tawanan dpt lolos hidup2 dari pulau itu. Rekan seperjuangan mereka Oding yg tertangkap belakangan, menceritakan bhw Surtini, istri Suryadi, sering diganggu oleh Branoto, mantan Sudancho (komandan) mrk ketika masih jadi tentara “Heiho”. Bhkn Suryani, putri Suryadi yang masih balita, sering dibujuk dgn diberi oleh2. Hati Suryadi jadi panas dan mengajak Kadir mencari cara utk meloloskan diri.

Mulailah Kadir dan Suryadi merancang pelarian dgn menggali terowongan bawah tanah dari sel penjara sampai keluar tembok penjara. Namun rencana pelarian pertama mrk gagal akibat kecerobohan Oding. Nyaris mrk dihukum penggal. Tapi untung ternyata kepala sipir penjara, Miyoshi Watanabe, adalah orang yg pernah ditolong oleh ibu Suryadi waktu hampir mati kelaparan. Mk sbg “balas budi”, mereka urung dihkm mati.

Usaha pelarian kedua berhasil, namun tetap tak luput dari kejaran Kempetai (tentara Jepang) berikut anjing2 pelacaknya. Kadir hrs berhadapan dgn samurai musuhnya di penjara, Mori Takara. Dgn kecerdikannya, Kadir berhasil mengecoh samurai tsb hingga tewas terjerumus di lumpur rawa. Seorang pelarian tentara Belanda yg hidup mirip kera di dlm hutan, secara tak sengaja jadi “penunjuk jalan” bagi mereka. Sayang ia “tewas” ditembak “Kempetai”. Setiba di pantai, Oding mengorbankan diri utk menyelamatkan kedua kawannya dari sergapan patroli Jepang.

Suryadi dan Kadir kembali tertangkap. Kali ini tangan mereka berdua diborgol satu sama lain utk menyulitkan mereka melarikan diri. Merasa tak punya pilihan lain, maka mlm harinya mrk nekad kabur dg lbh dulu membunuh sisa serdadu2 tsb. Tapi malang, Kadir terluka parah kena tusukan bayonet di perutnya. Shg ketika mrk berhasil lolos dan menyeberangi selat, Kadir tlh tewas. Utk meringankan beban, maka Suryadi harus memisahkan diri dr Kadir yg sdh jadi mayat. Tak tega memotong lengan Kadir utk melepaskan borgol, Suryadi nekad melepaskan tangannya sendiri secara paksa shg lengannya terluka parah.

Dlm keadaan terluka parah, Suryadi ditolong oleh warga desa tepi pantai tsb yg kebanyakan berprofesi sbg nelayan, kmdn dibawa ke perkampungan utk diobati. Ia dirawat oleh gadis nelayan bernama Komariah yg diam2 mencintainya. Teringat anak istri di desa, mk setelah merasa sehat, Suryadi memutuskan pulang ke rumah. Namun ia mengurungkan niatnya waktu melihat bhw keluarga Komariah ternyata berada dlm cengkeraman seorang lintah darat bernama Tohir yg hendak menjadikan Komariah sbg istri mudanya.

Sementara itu di desa, Surtini terpaksa menerima pinangan Branoto yg tlh berjasa menyelamatkan Suryani, putrinya dari sakit yg nyaris merenggut nyawanya. Ibu Suryadi yg mengira putranya sdh gugur dlm tahanan menyetujui pernikahan tsb demi kebahagiaan menantu dan cucunya.

Di desa nelayan, Suryadi membabat habis Tohir dan para centengnya. Carik (kepala desa) yg merupakan kaki tangan Jepang memerintahkan para keibodan (hansip zaman Jepang) utk menangkap Suryadi. Namun sang keibodan malah menolong dan menyuruh Suryadi bergabung dgn Pak Penghulu, pimpinan mereka, yg tengah menghimpun pemuda2 dlm upaya merebut kemerdekaan dr tangan Jepang. Namun Suryadi yg amat rindu kpd anak istrinya, menolak ajakan itu.

Di perjalanan ia dihadang oleh Dul Gaok yg tak terima karena anak buahnya yg jadi centeng lintah darat Tohir, habis disikat Suryadi. Akibatnya ia hrs berduel dgn Si Poleng, centeng Dul Gaok yg keturunan Belanda dan memiliki ilmu mirip harimau. Baru berhasil menaklukkan Poleng, seorang mirip kyai yg dipanggil Pak Penghulu spt sebutan sang keibodan penolongnya, meminta Suryadi bersedia jadi pemandu bagi para pejuang yg akan ke Pulau Neraka, utk membebaskan para tawanan. Sang kyai tahu betul kondisi keluarga Suryadi. Ia menjelaskan bhw anak istri Suryadi tlh jadi anak istri Branoto. Dan kini mereka ditahan oleh para pejuang krn hendak kabur ke Jakarta. Branoto memang jadi incaran tentara Republik krn diketahui jadi kaki tangan Jepang. Merasa tak punya pilihan lain, Suryadi pun setuju menjadi pemandu ke pulau itu, dgn syarat bila tugasnya tlh selesai, ia dipertemukan dgn anak istrinya. Dul Gaok dan Poleng pun ikut serta. Ada pula Kian Seng, pemuda Tionghoa tetangga Suryadi sejak kecil, diantara para pemuda pejuang itu.

Misi kunjungan ke penjara tsb tdk berlangsung mudah krn patroli pantai tentara Jepang masih berusaha mempertahankan diri. Mk terjadilah pertempuran dgn penjaga pantai tsb. Setiba  dekat gerbang penjara, Pak Penghulu meminta pasukan menunggu diluar tembok penjara, karena ia ingin coba berunding baik2 tanpa ada pertumpahan darah. Miyoshi Watanabe, sang kepala penjara, menerima Pak Penghulu dgn baik, karena mrk ternyata pernah kuliah bersama di Universitas Kyoto. Semula ia enggan menyerahkan senjata dan para tawanan krn itu merupakan wewenang PBB. Baru setelah Pak Penghulu mengingatkan janji mereka wktu di Kyoto setlh ia menyelamatkan nyawa kepala sipir tsb dari Yakuza, iapun bersedia membuat surat pernyataan serah terima para tawanan. Lalu iapun melakukan “harakiri” (bunuh diri ala Jepang). Tapi sayang pasukan diluar tdk sabar dan tiba2 melakukan tembakan shg situasi menjadi tak terkendali. Pertempuran pecah antara pejuang dan tentara Jepang. Penjara berhasil dikuasai namun para tawanan tewas dibantai tentara Jepang yg kalap membabi buta melakukan pertahanan terakhir.

Dlm perjalanan pulang, mereka bertemu dgn si manusia kera yg ternyata blm tewas meskipun kena tembak Kempetai. Ia ternyata kakek si Poleng. Maka Poleng yg punya nama asli Yansen itupun tdk ikut pulang dan menemani kakeknya yg sdh terbiasa hidup di dalam hutan.

Sesuai janji, maka setlh selesai dgn tugasnya, Pak Penghulu mengajak Suryadi ke markas pejuang, dimana Branoto dan anak istrinya ditahan. Tapi alangkah kecewanya Suryadi krn setiba disana ternyata Branoto tlh melarikan diri dari tahanan bersama anak dan istrinya. Gagal berjumpa anak istrinya, Suryadi coba pulang ke desa utk menemui ibunya, tapi orang tua itupun sudah tak ada lagi di rumah krn ikut bersama warga desa yg ramai2 mengungsi utk menghindari situasi perang kemerdekaan yg mulai berkecamuk hingga ke desa2.

25 tahun berlalu, Indonesia pun telah merdeka. Branoto yg bermental penjilat berhasil menjadi pengusaha sukses di ibukota. Sementara itu Suryadi dgn tangannya yg cacat terpaksa hidup menggelandang, hingga satu saat diajak oleh Kian Seng bekerja di restoran mewah miliknya. Wktu Branoto merayakan ulang tahun Suryani di restoran tsb, terjadilah pertemuan yg tidak terduga antara Suryadi dengan Surtini. Surtini mengalami shock hingga jatuh pingsan. Ia dibawa oleh Branoto ke rumah sakit. Karena ter-buru2 mengemudikan mobilnya, dalam perjalanan Branoto menyerempet seorang ibu tua yg ternyata adalah Ibu Suryadi yg tlh lama hidup menggelandang mencari menantu dan cucunya. Maka terjadilah pertemuan yg amat mengharukan diantara mereka. Sementara itu Suryadi mengundurkan diri dari pekerjaannya. Ia yg terganggu jiwanya bentrok dan nyaris membunuh seorang polisi lalu kabur di antara kegelapan mlm.

Ditengah suasana pesta pernikahan Suryani yg amat mewah dan meriah, tiba2 muncullah Suryadi yg bertekad untuk membunuh Branoto. Tapi wktu melihat sang ibu ada disitu, maka lemahlah hati Suryadi. Ia bersujud mohon ampun di kaki sang ibunda, lalu dgn sukarela menyerahkan diri kpd aparat yg sudah siap menangkapnya akibat tindakannya menyerang polisi hingga terluka bbrp waktu yang lalu.

= T a m a t =

Karya

Serial

Penerbit

Genre

Kondisi

08 - Bagus

Kemasan

Box

Cetakan

C1 - Cetak Ulang Baru

ISBN

Tidak Ada

Ijin Terbit Tahun

Tidak Tahu

Jilid

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, and 13